Kamis, 22 Desember 2011

Aktor yang Menyanyi

Pada suatu ketika seorang penyanyi tidak perlu di harapkan menjadi seorang aktor. Namun  hal ini ternyata tidak lagi dapat di terima. Seorang penyanyi harus dapat menjadi musisi sekaligus seorang aktor (seorang penafsir atau seorang komunikator). Musik adalah seni yang selalu hidup sepanjang masa, seni yang selalu diekspresikan pada saat yang bersamaan di masa sekarang. Pendengar tidak bisa diperlakukan seperti penonton yang melihat sebuah patung. Semenjak musik tertulis hanya berupa cetak biru, maka haruslah ada orang ketiga yang menjembatani hubungan komponis dengan penonton. Orang ketiga yang menjadi jembatan itu adalah seorang penampil atau performer

Musik adalah sebuah seni yang terus beredar, dimulai dari siapa yang menciptakannya dan berakhir dengan mereka yang mendengarkannya. Seorang penampil atau pelaku musik, orang yang menjembatani, adalah musisi seni pertunjukan yang harus memiliki keterampilan yang tinggi, kreatif dan perseptif. Sutradara terkenal Felsenstein, mendefinisikan filosofi ini pada saat dia mengajar di tahun 1963: ”……….sesuatu yang tidak terkatakan, sangat berarti dan gerakan yang memungkinkan dia berkomunikasi tidak dengan dengan cara lain selain dengan menyanyi”. 

Kita mendefinisikan kata penciptaan kembali atau re-creator digunakan untuk menunjuk pada seorang penyanyi sebagai seseorang yang mengkomunikasikan apa yang menurut keyakinannya atau apa yang dia percayai merupakan essensi arti musik sedemikian rupa seolah-olah ia menciptakan musik secara spontan pada saat pergelaran. Ada pertunjukan-pertunjukan besar lain yang unik. Untuk bisa menciptakannya, sebagaimana seorang detektif yang musikal harus sangat peka. Penyanyi harus menemukan perasaan pribadi terhadap teks yang dipilih dan cara-cara musikal unuk melakukannya. 

Seorang penyanyi resital harus mengenal dengan berbagai macam motif yang telah menjadi kendali dari komposisi lagu-lagu.
Berikut beberapa filosofi-filosofi yang bertentangan dengan pendapat-pendapat yang tersebut diatas.
  1. Madrigal nada-nada di abad XVI pada umumnya merefleksikan kata. William Byrd menulis “bahwa ada kekuatan tertentu yang tersembunyi dibalik pikiran-pikiran yang mendasari kata-kata itu. Ketika seseorang merencanakan  memilih kata-kata dan terus-menerus mempertimbangkannya, maka nada-nada yang tepat dengan sendirinya akan muncul”.
  2. Brahms menyusun melodi-melodinya sedemikian rupa hingga melodi itu entah bagaimana atau menggambarkan hitungan suku kata dalam puisi.
  3. Cesar Frank percaya bahwa bentuk dan penyusunannya akan hanya muncul dari tema yang tematik saja.
  4. Tradisi Jerman memposisikan dirinya bahwa seniman mengkomunikasikan ide-idenya dengan menggunakan ukuran estetik yang merefleksikan emosi yang dalam dan perasaan-perasaannya.
  5. Aliran Impressionisme[1] menegaskan bahwa mereka berusaha mencoba untuk merangkum tidak secara pribadi dan dengan memasukan pemikiran dan pengertian sesaat dari pemikiran komponis.
  6. Schoenberg menolak adanya imitasi-imitasi primitif yang diambil dari unsur-unsur luar yang terkait dengan teks dan musik. Dan penyesuaian-penyesuaian yang dia temukan dalam suara dari kata-kata pertama dalam teks, yaitu ide dibelakan adanya syair.
  7. Wagner menyerap nilai-nilai dramatik percakapan kedalam simbol-simbol abstrak seperti dalam Lietmotif[2].
  8. Debussy sadar bahwa musik mulai dimana kata-kata itu tidak punya kekuatan, dengan demikia, bahwa musik itu mampu mengekspresikan “sesuatu yang tidak terkatakan”.
Oleh sebab itu sikap seorang penyanyi terhadap kata-kata harus berubah secara menyeluruh sesuai dengan jaman, gaya dan maksud dari komponis dan librettis. Teori-teori interpretasi seberapa banyak dan apapun jenisnya harus terkait dengan jenis teks yang digunakan dari filosofi komponis yang mempengaruhi metode-metode yang ditaati. Kemudian si penyanyi dapat menuntut dirinya sendiri sebagai aktor yang bernyanyi. 

Lagu Sebagai Dunia Kecil (Mikrokosmik) Drama
Musik instrumental kadang dianggap sebagai sesuatu yang hilang setelah dimainkan, atau tidak membekas, kecuali oleh mereka yang mengimani musik. Menurut mereka musik bukan sekadar musik, tapi ada makna sesuatu di balik semuanya. Demikian pula dengan musik yang berbentuk lagu.
Bahkan ada kepercayaan bahwa lagu merupakan “dunia kecil” drama, Stanislavski[3], menegaskan bahwa mahasiswa musik yang akan menjadi penyanyi opera mulai dengan studi dramatiknya dengan lagu-lagu. Banyak penyanyi sejamannya setuju dengan apa yang dikatakan, bahwa seorang penyanyi opera jelas seorang aktor, meskipun aktingnya menjelaskan istilah yang kurang tepat bila dikaitkan dengan lagu. Bagaimanapun juga istilah interpratasi atau tafsiran bisa diterima sebagai diskripsi yang lebih tepat. 

Tujuan latihan akting adalah berlatih mengkomunikasikan 2 sampai 3 menit penggalan kehidupan dari seseorang dalam situasi dan suasana tertentu. Pada saat menyanyikan lagu, penyanyi harus menjadi manusia spesifik yang berada disuasana tertentu, mengutarakan pikiran-pikiran tertentu. Bila sosok ini dapat mengontrol sifat umum dalam dirinya, maka, seperti yang di ketahui oleh seorang aktor, tugas berakting akan menjadi lebih mudah. Semua rincian-rincian lagu disadari oleh sang penyanyi melalui petunjuk-petunjuk yang ada dalam musik dan teks lagu. Persepsi dan kemampuan mengkomunikasikannya dengan penonton, mirip dengan kemampuan yang sulit difahami yang biasa disebut sebagai“artistry”


[1] Aliran Impressionis adalah melihat sesuatu atas dasar kesan yang muncul. Berhubungan erat dengan efek dari objek daripada objek itu sendiri.

[2] Leitmotif adalah sebuah fragmen musikal, yang terkait dengan beberapa  aspek dalam drama, yang muncul kembali dalam sebuah opera. Istilah Leitmotif digunakan paling sering terkait dengan karya-karya Wagner terakhir.

[3] Bapak Drama Rusia.

2 komentar:

s.id/emtee mengatakan...

wow, terima kasih. aku belajar di sini.

Sastrani T. Dewantara mengatakan...

makasi maasss.... smoga bermanfaat.. :))